2024
2024, merupakan tahun yang bergejolak sangat telak.
Dalam hal percintaan, sepertinya kali ini aku memang harus mengalah, tidak semua bisa kita dapatkan di waktu bersamaan kan? Sejatinya, karir dan cinta memang sulit diusahakan bersama, apalagi.. umur setara. Gejolaknya sangat masif..
Hanya saja, akhir dari hubungan yang sudah dibangun 9 tahun lamanya, harus kandas total di tahun ke-10. Ego ku terlalu besar untuk percaya, bahwa kita tidak bisa bersama. Doa ku tetap sama, semoga kita bisa sukses dijalan masing-masing dan memaafkan segala kesalahan menyakitkan yang sudah kita ciptakan. Banyak luka, duka dan juga suka cita kita buat bersama, namun.. kita memang harus pulang ke rumah masing-masing. Genggaman hati perlahan sudah memudar, bagi ku dan pikiran ku.. entah bagaimana dengan dia.
Awalnya, aku tidak bisa terima.. Dia hilang, meninggalkan tanggung jawabnya, dia bilang, kita akan berproses bersama. Nyatanya, dia sendiri yang menghilang. Sebelumnya, aku masih memberikan kesempatann, aku sangat 1000% yakin dia akan berubah. Dia adalah kebahagiaan ku paling dalam, akan aku usahakan masa depan kita bersama.. sayangnya, aku merasa Tuhan menjawab doa ku bahwa memang kita lebih baik berpisah. Dia menyerah, dia tidak bisa membuktikan dan menepati janji yang seringkali dia ucapkan.
Mengulas kembali perjalanan kasih kita, 2014.. Rasanya kenangan bahagia itu masih melekat sampai-sampai aku lupa, bahwa setiap orang selalu ada "masanya". Dulu aku yakin bisa membuatnya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.. bahkan, harapan itu masih tersisa 1% hingga malam ini aku tuliskan (22 Agustus 2024, 21:57). Nyatanya, Tuhan lebih memisahkan jalan kita. Cintanya sudah tidak sebesar dahulu, sayangnya sudah tidak seluas dahulu, dan kesabarannya sudah tidak seyakin dahulu.
Awalnya aku marah kepada Tuhan, apa yang Tuhan mau dari hubungan ini? Melanjutkan dengan yakin atau memang kami tidak bisa bersama dari awal hubungan ini terjalin.. yang jelas, saat ini, dia lebih memilih dirinya sendiri. Mencari kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian bagi dirinya sendiri. Lantas, kenapa aku masih menyimpan rasa marah kepada Tuhan yang jelas-jelas sedang menolong ku dari laki-laki yang memang bukan untuk ku?
"Penyakit mu berasal darimu, tetapi kamu tidak melihatnya dan obatnya ada di dalam dirimu, tetapi kamu tidak merasakannya."
- Imam Ali -
Secara jelas, bukan Tuhan yang menindas perasaan ku, tapi diri ku lah yang menindasnya. Aku lupa bahwa sejatinya aku, dan dia, adalah milik Tuhan. Lalu, kenapa aku marah kepada Tuhan padahal kesalahan itu bukan berasal dari-Nya?
Janji adalah hutang, benar kan? Aku selalu menyimpan dendam padanya yang tidak memberikan kejelasan. Kejelasan bukan hal spesifik "menikah", tidak.. mungkin belum. Aku dan dia memang belum berfikir ke jenjang yang lebih serius, karna kita masih sama-sama berproses. Sekalipun, prosesnya kenapa lebih lama ya? Entahlah, pikir ku, menikah adalah jenjang keseriusan yang harus dipikirkan secara matang, sedangkan melihat prosesnya berjuang, kok tidak ada pergerakan?
Aku paling benci diberikan kebohongan, dan aku tau bahwa selama ini banyak kebohongan yang dia cipatakan. Namun, kasih dan sayang itu terlalu besar sampai membutakan. Ada yang salah, pasti. Dari aku yang tidak bisa mentoleransi kebohongannya. Dari dia, yang tidak terlihat, bahkan tidak ada kesan "niat" untuk perubahan kebaikan. Aku tidak bisa lagi mentoleransi sikap keluarganya yang tidak bisa menerimanya secara utuh, entah itu hanya kiasan supaya dia meminta ku untuk terus bertahan, atau memang, keluarganya secara nyata melepaskan.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. " (QS. 2:216)
Mulai dari bulan April 2024, aku mencoba merubah segala ketakutan ku menjadi doa. Aku mendengar suara hati ku untuk membaca arahannya. Awalnya, aku ragu dengan kemampuan ku dalam membaca karya-Nya, ternyata, aku bisa juga.. belum sempurna.. namun, perlahan tapi pasti, Ia akan membimbing setiap lembaran-Nya. Aku selalu takut, doa-doa yang ku panjatkan tidak pernah dikabulkan, tapi kenyataannya, aku yang membutakan hati dan pikiran. Selama 27 tahun kehidupan ku yang berjalan, selalu diberikan penerangan, seringnya aku lalai dalam menterjemahkan. Ya, hidup setiap manusia, pasti berproses kan? Tuhan selalu mengetuk pintu ku, membelai ku dalam lindungan dan kasih-Nya, lalu berapa banyak nikmat yang telah aku dustakan? Ternyata benar, tidak semua hal buruk itu buruk, dan tidak semua hal baik, itu baik. Aku menikmati prosesnya. Titik balik penerimaan ku adalah milik-Nya, saat aku menjalankan ibadah puasa Weton dengan tujuan mensucikan batin dan pikiran. Alhamdulillah, Allahu Akbar, Allah Maha Besar.. dengan kesabaran dan keluasan, ketulusan dan keikhlasan, kebaikan dan kecintaan-Nya pada manusia tanpa batasan, Allah membukakan jalan..
"Dia yang lebih mengutamakan Anda daripada malaikat-Nya" (QS. 7:11)
Hari demi hari, aku jalani meskipun masih ada rasa gelisah dan takut akan perpisahan dengan dia. Sampai pada saat ini, 22 Agustus 2024, aku sudah ikhlas untuk melepaskan dan menerima bahwa memang kita tidak ditakdirkan bersama untuk saat ini, esok, lusa dan sampai waktu yang tidak tau kapan. Aku memilih untuk menggenggam kasih Tuhan ku, aku menyadari bahwa, tolak ukur penilaian bahagia ku, jodoh ku, hidup ku, bukan dari laki-laki seperti dia, melainkan dari doa dan keyakinan yang aku panjatkan ke Tuhan.
"Jika kamu bersyukur, aku pasti akan memberi lebih." (QS. 14:7)
Syukur sejati tidak didasarkan pada keadaan Anda tetapi berdasarkan keadaan jiwa Anda (A. Helwa : 2021). Banyak sekali aku mendapati kiasan untuk selalu bersyukur, tapi aku masih mencari apa arti syukur sampai di bulan Agustus 2024 ini, aku yakin, bahwa setiap kejadian yang ada, berdasarkan perbuatan baik/buruk diri sendiri di masa kemarin. Doa ku sudah bukan meminta kekayaan dan kejayaan, ku gantikan dengan rasa syukur yang amat dalam, supaya setiap harinya Allah gantikan dengan kelipatan kebaikan.
Malam ini, aku sudah merelakan bahwa memang ada orang-orang yang hadir dan memberikan pengalaman di setiap hidup kita. Hakikat yang aku percayai bahwa "setiap orang akan merasakan hal yang sama, beda di orang, waktu dan tempatnya saja". Merasakan apa? Merasakan dicintai, dibenci, dikhianati, dikasihi, ditinggali, dan ditemani.
Do, jika kamu membaca ini, entah kapan, dimana dan dengan siapa, yang perlu kamu tau.. janji-janji yang belum kamu tepati, sudah aku ikhlaskan. Kita berproses bersama, terima kasih kamu sudah menemani proses ku, terima kasih kesabaran dan keikhlasan mu, terima kasih keluasan hati mu, terima kasih senyum dan kehadiran mu serta dukungan mu. Semoga, hal baik yang kamu lakukan untuk ku, keluarga mu, orang disekitar mu, bisa melindungi mu dari hal-hal buruk yang akan menimpa mu. Jika, suatu saat kita tidak sengaja bertemu, tegur dan sapalah aku seolah tidak ada rasa sakit itu. Semoga, kamu bisa membahagiakan Ibu mu, dan menjadi anak yang berhasil dalam keluarga mu.
Namun, jika Tuhan tidak memperbolehkan kita bertemu dan semesta menutup jalan-jalan itu, kamu harus tau bahwa kenangan-kenangan yang sudah berlalu, mengajarkan aku untuk menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih ikhlas, dan lebih yakin dengan jalan Tuhan dan kamu harus berjanji menjadi lebih mendekatkan diri pada Tuhan mu..
"Kami menguji mereka dengan waktu yang baik dan buruk, agar mereka kembali." (QS. 7:168)
"Jadilah salju yang mencair. Cuci dirimu sendiri."
- Rumi -
Komentar
Posting Komentar