Kini, sudah berubah.

 Aroma kopi hitam tuku yang selalu aku cantumkan seperti aroma Indomie, kini sudah berubah. Aku mulai menyukai dan mendeskripsikan sempurna biji kopi yang berulang kali kamu coba jelaskan supaya aku paham. (Aku tidak butuh penjelasan mu lagi)

Lingkaran halilintar yang mengingatkan ku dengan ketakutan diam mu, kini sudah berubah. Aku mengenangnya sebagai wahana paling mudah untuk dilewati tanpa rasa takut. (Aku tidak mengenang senyum mu lagi)

Gemerlap cahaya sudirman yang selalu aku kaitkan dengan aroma parfum serta uji nyali kecepatan mu, kini sudah berubah. Aku mulai mengaitkan dengan kesibukan baru ku menata karir. (Aku tidak menanti kehadiran mu lagi)

Anyaman kota Yogyakarta yang meminta ku untuk kembali dijelajahi bersama mu, kini sudah berubah. Aku mulai mencintai sudut kotanya dengan damai, aku ingin menjelajahi pantai dengan kesendirian. (Aku tidak merasakan kehadiran mu lagi)

Semburat senja yang menyinari pipi setiap kali perjalanan pulang, kini sudah berubah. Menjadi cahaya sore yang mengucapkan "hari ini, dan esok akan selalu baik-baik saja". (Aku sudah tidak percaya kamu mencintai ku)

Gerimis hujan yang datang membuat ku panik, kini sudah berubah. Aku mulai menikmati setiap tetesan bahkan deras airnya, dan aku sadar bahwa, kepergian mu adalah cara Tuhan menyadarkan ku. (Kita memang tidak bisa bersama)

Penjelajahan alam yang selalu aku nantikan bersama mu, kini sudah berubah. Aku mulai meyakini bahwa, aku bisa menaklukan ego ku sendiri disetiap suduh alam. (Aku ikhlas) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dengan Apa "?"

In Memoriam

2024